Jumat, 26 Juni 2015

TUGAS 4 " KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK TERHADAP KONSUMEN"

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK TERHADAP KONSUMEN

  1. Hak-hak konsumen
   Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
  • Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
  • Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:

1.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.      larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
  • Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
  • Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
  • Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  • Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  • Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
  • Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
  • Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
  • Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.
  • Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa 
CONTOH KASUS :

  • 1. Contoh Kasus Pada tanggal 19 Oktober 2003 di sebuah warung nasi goreng di Jl. R.C. Veteran Bintaro, Penggugat membeli minuman Coca-Cola botol ukuran 193 ml, yang diminum dengan menggunakan sedotan hingga lebih dari 2/5 bagian. Kemudian setelah meminumnya Penggugat sadar akan rasa dan bau asing yang tidak seperti biasanya rasa Coca-cola tersebut, terlihat jelas terdapat sepotong obat nyamuk bakar didalam botol tepatnya didasar botol tersebut. Tak lama kemudian tenggorokan serta dada Penggugat didera rasa sakit dan panas yang berlebihan, kepala berdenyut sakit serta perut bergejolak yang menimbulkan rasa mual dan nyeri yang semakin lama semakin menjadi, maka Penggugat segera dilarikan ke Klinik Remedika, Bintaro, Jakarta Selatan untuk mendapatkan pertolongan pertama.
  • Dengan ditemukanya potongan obat nyamuk tersebut, dapat disimpulkan minuman coca-cola telah terkontaminasi oleh racun jenis pestisida yang seharusnya digunakan sebagai bahan dasar untuk membunuh serangga, sehingga apabila masuk kedalam tubuh manusia, hal ini dapat mengancam dan membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa. Setelah berusaha melakukan penyelesaian secara kekeluargaan dan ternyata tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari pihak produsen, maka konsumen tersebut (Takasu Masaharu) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan dalil Para tergugat telah melakukan pelanggaran atas : Pasal 4 huruf (a, d, h, dan I) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak-hak konsumen, pasal 7 huruf (b,d, dan f) jo. pasal 8 ayat (1) huruf a, ayat 2 dan 4 UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha. sumber: http://aliefveupha.blogspot.com/2013/11/tugas-soft-kill-4.html
  • 7. Dengan ditemukanya potongan obat nyamuk tersebut, dapat disimpulkan minuman coca-cola telah terkontaminasi oleh racun jenis pestisida yang seharusnya digunakan sebagai bahan dasar untuk membunuh serangga, sehingga apabila masuk kedalam tubuh manusia, hal ini dapat mengancam dan membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa. Setelah berusaha melakukan penyelesaian secara kekeluargaan dan ternyata tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari pihak produsen, maka konsumen tersebut (Takasu Masaharu) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan dalil Para tergugat telah melakukan pelanggaran atas : Pasal 4 huruf (a, d, h, dan I) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak-hak konsumen, pasal 7 huruf (b,d, dan f) jo. pasal 8 ayat (1) huruf a, ayat 2 dan 4 UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha
2.Dalam jasa pelayanan seluler
Pertama, hak untuk memperoleh pelayanan dan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang ditawarkan.
• Contoh : Keluhan pelanggan seluler yang pulsanya terkuras habis tanpa disadari, gara-gara mengikuti layanan push SMS content provider atau operator misalnya, merupakan contoh konkret “pengebirian” hak-hak konsumen. Pasalnya, konsumen tak tahu kalau layanan push SMS adalah layanan berlangganan. Yang dia tahu pulsanya habis begitu saja, karena setiap menerima SMS dari penyedia layanan, pulsanya langsung dipotong. Dengan tarif premium pula. Sementara, untuk menghentikan layanan itu, tak tahu pula bagaimana caranya, karena penyedia layanan tidak memberikan informasi lengkap.
Kedua, hak pengguna seluler atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan layanan yang ditawarkan perusahaan seluler.

• Contoh : Pelanggaran jenis ini berwujud beragam promosi atau penawaran layanan yang dalam pelaksananya, baik disengaja atau tidak, telah “memperkosa” hak-hak konsumen. Pasalnya, program tersebut tidak disertai dengan rincian informasi detail seperti jam penggunaan program dan teknis perhitungan pulsa. Akibatnya, banyak pelanggan yang pulsanya habis tanpa tahu penyebabnya, sehingga mendorong mereka mengajukan gugatan.

Ketiga, hak konsumen untuk dilayani secara benar serta didengar pendapat dan keluhannya atas jasa yang digunakannya.

• Contoh: pelanggaran ini dapat dilihat dari tingginya keluhan pemakai seluler terhadap pelayanan petugas operator yang lamban dan seringkali tidak bersahabat, pada saat pelanggan menanyakan atau meminta informasi.

• Suatu took menyebarkan brosur yang menyatakan bahwa produk yang dijual didiskon 30% ternyata harga barang tersebut telah dinaikkan sebelumnya sebesar 30% berarti dalam hal ini tidak pernah ada diskon sebesar 30%.

• Ketika seorang pedagang asongan atau seles sedang mempromosikan produk barunya, mereka senang menunjukan barang-barang yang bagus akan tetapi ketika dibeli oleh konsumen produk tersebut tidak sesuai dengan yang dipromosikannya bias jadi barangnya lebih sedikit atau rusak.

• Membeli sembako di warung; contohnya: membeli beras satu kilogram dengan di timbang di timbangan yang sudah tidak layak pakai sehingga hasilnya tidak sampai satu kilogram dengan harga yang sama.

• Usaha yang bergerak di bidang industri retail dalam urusan uang kembalian pecahan Rp. 25,00 dan Rp. 50,00. Yang ini malah lebih parah lagi perlakuannya, biasanya diganti dengan permen dalam berbagai jenisnya (biasanya terjadi di supermarket) atau kalau tidak malah dianggap sumbangan (ini biasanya di minimarket).

• Kasus obat nyamuk HIT, kasus ini merupakan cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup dan memadai tentang kandungan dari obat nyamuk tersebut. Belum lagi terdapat penelitian dari suatu lembaga penelitian independen di Jakarta yang menemukan fakta bahwa pada umumnya pasta gigi mengandung bahan detergent yang membahayakan bagi kesehatan.

• Pengadaan lembaga-lembaga pendidikan informal yang memberikan tariff tinggi akan tetapi penyediaan waktu yang diberikan tidak sepadan dengan biaya yang sudah dikeluarkan sehingga konsumen menjadi rugi.

• Dalam jasa angkutan umum; kelayakan angkutan umum sering kali menjadi permasalah bagi pengguna jasa tersebut karena kendaraan yang ditumpangi biasanya sudah sangat tua atau tidak layak pakai yang mengakibatkan konsumen menjadi tidak nyaman.
SUMBER :
http://sheonety.wordpress.com/2011/11/16/4/  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar